Senin, 20 April 2015
Minggu, 04 Januari 2015
Sejarah Situs Istana Luwu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istana bagi sebuah kerajaan adalah
tempatnya berdiam Datu ( Raja ) dan para kerabat-kerabatnya,lokasi atau tempat
didirikannya, menjadi pusat pemerintahan atau dikenal sebagai Ware di Kerajaan
Luwu, sebanbgai mana halnya Istana Datu Luwu yang sekarang ada di Palopo
merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu (Ware pada periode ke V) yaitu
sesudah dipindahkan dari periode Pao,Patimang Malangke (Ware ke IV). Istana
Datu Luwu yang ada di Kota Palopo sekarang merupakan istana yang terakhir. Jika
diketahui, sebagai Istana yang terakhir, maka tentu ada istana-istana
sebelumnya yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Luwu ( Ware ).
Yang menjadi masalah, hal ini kadang
diabaikan yaitu dimana Istana Datu atau Kerajaan Luwu yang Pertama, tempat
dimana didiami oleh Batara Guru,sebagai sokoguru pemerintahan Datu Luwu.
Menurut tradisi dan dipercayai banyak pihak, Luwu dianggap sebagai daerah
tertua bagi pemukiman dan merupakan kerajaan yang tertua khususnya di Sulawesi,
hal itu menyebabkan daerah ini sangatlah bergengsi.
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat
Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi
Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial
Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana
sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan
tanah oleh Pemerintah Belanda.
B. Rumusan Masalah
a.
Dimana Lokasi Keberadaan Situs Istana Luwu?
b.
Bagaimana Awal
Berdirinya Istana Luwu?
c.
Adakah Benda-benda
Peninggalan Sejarah pada Situs Istana Luwu?
d.
Apakah Keistimewaan
Situs Istana Luwu?
C. Tujuan Penulisan
a.
Untuk Mengetahui Lokasi Keberadaan Situs Istana Luwu
b.
Untuk Mengetahui Awal Berdrinya Istana Luwu
c. Untuk Mengetahui Benda peninggalan
Sejarah pada Situs Istana Luwu
d. Untuk Mengetahui Keistimewaan Situs
Istana Luwu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lokasi Keberadaan Situs
Istana Luwu
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat
Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi
Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial
Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana
sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan
tanah oleh Pemerintah Belanda.
Bangunan permanen ini dibangun dengan arsitektur Eropa, oleh
Pemerintah Kolonial Belanda dimaksudkan untuk mengambil hati Penguasa Kerajaan
Luwu tetapi oleh kebanyakan bangsawan Luwu dianggap sebagai cara untuk
menghilangkan jejak sejarah Kerajaan Luwu sebagai Kerajaan yang dihormati dan
disegani kerajaan-kerajaan lain di jazirah Sulawesi secara khusus dan Nusantara
secara umum.
Istana Luwu menjadi pusat pengendalian wilayah Kesultanan
Luwu yang luas oleh Penguasa Kerajaan yang bergelar Datu dan atau Pajung (Di Kerajaan Luwu
terdapat 2 strata Penguasa/Raja yaitu Datu kemudian di tingkat lebih tinggi
Pajung). di dekat istana luwu terdapat pula Masjid Jami yang usianya sangat tua
dan keseluruhan dindingnya terbuat oleh batu yang disusun.
B. Awal berdirinya Istana Kerajaan
Luwu ( Batara Guru)
Istana
bagi sebuah kerajaan adalah tempatnya berdiam Datu ( Raja ) dan para kerabat-kerabatnya,
lokasi atau tempat didirikannya, menjadi pusat pemerintahan atau dikenal
sebagai Ware di Kerajaan Luwu, sebagai mana halnya Istana Datu Luwu yang
sekarang ada di Palopo merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu (Ware pada
periode ke V) yaitu sesudah dipindahkan dari periode Pao,Patimang Malangke
(Ware ke IV). Dengan pemindahan ibukota tersebut, kerajaan pun mulai berbenah.
Istana Langkanae mulai didirikan (istana yang sebenarnya sudah hancur dan yang
sekarang bisa kita lihat meupakan replikanya saja) beserta masjid Jami' (karena
sebelumnya Datu' dan Luwu telah menganut Islam) dan juga pasar.
Istana Datu Luwu yang ada di Kota Palopo sekarang merupakan
istana yang terakhir. Jika diketahui, sebagai Istana yang terakhir, maka tentu
ada istana-istana sebelumnya yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Luwu (
Ware ). Yang menjadi masalah, hal ini kadang diabaikan yaitu dimana Istana Datu
atau Kerajaan Luwu yang Pertama, tempat dimana didiami oleh Batara Guru,sebagai
sokoguru pemerintahan Datu Luwu. Menurut tradisi,dan dipercayai banyak pihak,
Luwu dianggap sebagai daerah tertua bagi pemukiman dan merupakan kerajaan yang
tertua khususnya di Sulawesi, hal itu menyebabkan daerah ini sangatlah
bergengsi. Ketuaan Luwu tidak dapat dilihat pada periode ke III ketika Pusat
Kerajaan Luwu berpusat di Kamanre di tepi Sungai Noling ( Palopo Selatan atau
Kabupaten Luwu sekarang) karena hal tersebut terjadi sekitar abad ke XV,atau
ketika pusat kerajaan Luwu berada di Pao,Patimang Malangke karena hal itu juga
terjadi pada sekitar abad ke XVI, apalagi jika hal tersebut dilihat ketika
pusat kerajaan Luwu berpusat di Palopo karena hal itu baru terjadi ketika
memasuki abad ke XVII. Kedatuan Luwu hanya dapat dilihat ketika kerajaan Luwu
berpusat di sekitar Wotu lama karena hal tersebut terjadi disekitar abad ke IX
sampai abad ke XIII yaitu pada masa kerajaan Luwu pada periode Ware yang
pertama.
Kembali pada permasalahan yang ada tentang dimana letak
Istana Luwu yang pertama, dan hal ini kadang atau sengaja diabaikan sehingga
perhatian kita hanya tertuju dimana Istana Datu Luwu yang ada sekarang, yaitu
di Palopo atau yang menjadi Ware. Jika perhatian kita hanya mengarah pada
pemahaman ini, dikhawatirkan khususnya para generasi muda wija to Luwu akan
asing dengan sejarahnya sendiri, mereka kehilangan jejak, pemahaman tentang
Luwu makin sempit, sementara terabaikan jejak perjalanan panjang ketika Ware di
Wotu,tempat berpijak awal dari Batara Guru dan keturunannya, ketika Ware di
Mancapai dekat Lelewawu selatan Danau Towuti tempat berpijak Datu Luwu Anakaji
dan keturunannya, ketika Ware di Kamanre, ditepi sungai Noling sebelah selatan
kota Palopo,tempat bepijak Dewa Raja dan keturunannya, ketika Ware di pindahkan
ke Pao, di Patimang dan Malangke dimana disini terjadi peristiwa yang sangat
besar, yaitu masuknya agama Islam yang diperkenalkan oleh Dato Patimang.
Sebagai catatan peristiwa-peristiwa tersebut justru terjadi antara abad ke IX
sampai dengan Abad ke XVI Masehi, jadi berlangsung kurang lebih 700 tahun
lamanya, terkadang perhatian kita diarahkan atau sengaja diarahkan pada
kejadian yang selalu dijadikan fokus perhatian yang tertuju ke Palopo karena
kedudukannya sebagai Ware sekarang baru terjadi pada abad ke XVII Masehi. Untuk
menghadapi kehawatiran ini kami mencoba mengkajinya dari beberapa penelitian serta
cerita tutur yang terpelihara dengan baik di tanah luwu dengan memulai,
perhatian dari cikal bakal lahirnya kerajaan Luwu dari periode Luwu Pertama,
dengan menunjukan letak Istana Batara Guru.
Anggapan bahwa sebahagian orang, menganggap istana Luwu tempat
berdiam Batara Guru yang pertama berada di Cerekeng ( Cerrea), pendapat ini
adalah sangat keliru karena masyarakat Bugis menetap di Cerekeng baru pada
pertengahan abad ke Limabelas ,( Bulbeck dan Caldwell 2000;99 ) datang melalui
Malili sekarang,adapun penduduk yang mendiaminya pada saat itu adalah Wotu,
Pamona, To padoe atau Mori dan To Laki itulah sebabnya Malili tidak mempunyai
penduduk asli, sehingga menurut Ian Caldwell Tidak ada bukti apapun yang
menunjukan masyarakat Bugis di Cerekang maupun Ussu sebelum pertengahan abad ke
Lima Belas. Hal ini berarti jikapun ada Identivikasi lokal atas Cerekang
sebagai tempat Istana Batara Guru lebih tepat berlaku dari abad ke Enambelas ke
atas, Lokasi dari pusat istana Luwu disini dalam tradisi lisan secara nyata
adalah penempatan kejadian pada waktu yang salah ( anakronisme ).
Sebagai catatan kata Cerekang adalah terjemahan dari kata
Cerrea yang merupakan nama asli Cerekeng. Cerrea dalam bahasa Wotu berarti
tempat berpindah atau hijrah,terjadi ketika runtuhnya pusat kerajaan Luwu yang
Pertama disekitar Wotu Lama yaitu sekitar Ussu dan Bilassalamoa.Sebagai
tambahan menurut Ian Caldwell dalam tulisan “ Kenyataan, Anakrotisme dan Fiksi:
Arkeologi bersejarah dan pusat-pusat kerajaan dalam La Galigo” beliau menyatakan
“ Hampir pasti bahwa Istana Batara Guru di Cerekang di Teluk Bone Timur adalah
sebuah Mitos. Pemukiman Bugis di Cerekang hanya dimulai sekitar kurang lebih
tahun 1450, berhubung dengan naiknya peleburan besi dan produksi alat-alat
senjata di Matano. Hal ini merupakan suatu godaan untuk beranggapan bahwa
masyarakat Bugis di Cerekang telah secara nyata mengadopsi dan mengadaptasi
mitos istana Batara Guru dari tetangganya, Wotu yang lebih tua.
Wilayah Wotu dahulu kala adalah tempat dimana Batara Guru
turun untuk mendirikan kerajaan pertama. Disini jugalah pohon raksasa (pappua
maoge) Welenreng ditebang untuk menbangun perahu Sawerigading (Pelras
1996;59).Pada hal dua tempat di Luwu ini menyatakan bahwa disitulah bukit
tempat dimana Istana Batara Guru berdiri.Daerah yang pertama adalah Wotu,
sebuah kota kecil yang berbicara dalam bahasa daerah sendiri yang memiliki
hubungan kausal dengan Kaili, Buton dan Selayar, identifikasi lainnya adalah
bukit Pensimewoni yang terletak ditikungan sungai Cerekang.
Di Istana Luwu terdapat dua bangungan, yaitu Langkanae dan
Salassae. Langkanae adalah sebutan kata lain dari istana. Langkanae ini
dijadikan cagar budaya buatan Belanda untuk menggantikan Langkane yang dulu.
Belanda membangunnya untuk kedatuan ketika Langkanae terbakar. sedangkan
Salassae adalah tempat pertemuan atau perjamuan para tamu-tamu istana.
Pada zaman dahulu bumi terbagi atas 3 dunia yaitu, dunia
atas yang di pimpin oleh Dewata Patotoe, dunia bawah di pimpin oleh saudara
Dewata Patotoe yaitu Ri Selleng, dan dunia tengah masih kosong pada saat itu.
Suatu waktu Dewata Patotoe mengadakan pertemuan. Hasil pertemuan Dewata Patotoe
tersebut yaitu harus mengirim satu anaknya, dan terpilihlah anak Dewata Patotoe
yaitu Batara Guru. Batara Guru kemudian di turunkan di dunia tengah yaitu Daerah Luwu tanpa membawa apapun dan tidak
menggunakan pakaian. Ketika Batara Guru turun ke dunia tengah, Batara Guru
menjalani kehidupan yang sangat sulit karena Batara Guru harus merasakan
penderitaan sebelum rakyatnya menderita. Karena kasihan melihat penderitaan
anaknya, diturunkanlah semua atribut-atribut dan diturunkan Langkanae beserta
atribut-atribut kedatuan. Setelah Langkanae diturunkan, maka diutuslah anak
dari Dewata Ri Selleng (dunia bawah) yaitu We Nyilitomo debagai pendampingnya.
Dari perkawinan keduanya lahirlah putra mereka yang bernama Batara Lattu’ yang
kemudian menggantikan ayahnya sebagai Datu kedua di Luwu.
Setelah batar Lattu’ cukup dewasa,
dia dikawinkan dengan We Datu Sengeng anak dari La Urumpassi dan We Padauleng
di Tompotikka. Sesudah itu Batara Guru bersama isteri kembali ke langit. Dari
perkawinan keduanya lahirlah Sawerigading dan We Tenriabeng sebagai anak kembar
emas yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka dibesarkan pada
tempat yang terpisah dalam istana kerajaan. Sawerigading menikahi salah seorang
putri di Cina yaitu We Cudai atas usu adiknya We Tenriabeng. Dari perkawinan
mereka lahirlah putra yang bernama Lagaligo.
- Benda-benda Peninggalan yang Ada di Istana Luwu
Di dalam Istana
Kedatuan Luwu terdapat berbagai benda pusaka. Di antaranya, terpajang dalam
lemari kaca, sertifikat Pahlawan Nasional RI bagi (almarhum) Andi Jemma
ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004.
Ada boneka sepasang
manekin berpakaian pengantin ala Luwu. Pelaminan khas adat setempat. Silsilah
23 generasi Pajung-e ri Luwu atau pohon famili dari raja-raja Kedatuan Luwu.
Juga terpampang legenda Batara Guru.
Tersimpan beragam
senjata pusaka berupa keris. Di dalam lemari kaca, terpajang piring antik, alat
musik kecapi, guci, keramik, dan bosara’ (wadah penyimpan panganan
tradisional). Susunan raja-raja Kedatuan Luwu turut menghiasi dinding.
Peninggalan yang ada
di Istana Luwu tidak berupa Mahkota, tetapi berbentuk Besi Pakka dan Bunga
Waru, yang hanya dipakai oleh datu, yang merupakan simbol Dewata Matenruliwawo.
Di Istana Luwu juga terdapat Songko’ Pameri.
- Keistimewaan Situs Istana Luwu
Keistimewaan situs
Istana Luwu ini yaitu terletak dari segi lokasinya yangterletak di pusat Kota
Palopo. Dan situs ini berdekatan dengan Masjid Tua Jami’ yang menandakan bahwa
sebelumnya Datu dan Luwu telah menganut agama Islam.
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat
Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi
Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial
Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana
sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan
tanah oleh Pemerintah Belanda.
Di Istana Luwu terdapat dua bangungan, yaitu Langkanae dan
Salassae. Langkanae adalah sebutan kata lain dari istana. Langkanae ini
dijadikan cagar budaya buatan Belanda untuk menggantikan Langkane yang dulu.
Belanda membangunnya untuk kedatuan ketika Langkanae terbakar. sedangkan
Salassae adalah tempat pertemuan atau perjamuan para tamu-tamu istana.
Di dalam Istana
Kedatuan Luwu terdapat berbagai benda pusaka. Di antaranya, terpajang dalam
lemari kaca, sertifikat Pahlawan Nasional RI bagi (almarhum) Andi Jemma
ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004.
Peninggalan yang ada
di Istana Luwu tidak berupa Mahkota, tetapi berbentuk Besi Pakka dan Bunga
Waru, yang hanya dipakai oleh datu, yang merupakan simbol Dewata Matenruliwawo.
Di Istana Luwu juga terdapat Songko’ Pameri.
- SARAN
Laporan penelitian ini masih jauh dari kata sederhana, jadi
kami sebagai penulis, memohon saran dari para kawan-kawan untuk menyempurnakan
laporan penelitian ini.
LAMPIRAN
- Gerbang Masuk Istana Luwu
- Gambar Langkanae
- Gambar Pekarangan Istana Luwu
- Gambar Salassae
- Gambar Tugu Badik yang Terletak di Depan Langkanae
DAFTAR
PUSTAKA
Istana Luwu -
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
Sawerigading –
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm\
Benda Pusaka di Istana Kedatuan Luwu - m.okezone.com
Kerajaan Luwu
adalah Kerajaan Tertua – www.facebook.com
Sejarah Nama
Kota Palopo – Fhyfipuspitaherman.blogspot.com
Catatan Hasil
Praktek Lapangan di Istana Luwu
ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU MURNI ATAU TERAPAN
Makassar,
28 April 2014
Nama :
Mardianto Adi Saputra
Nim :
1362042010
Kelas :
B
Jurusan : Sejarah
Kampus : Universitas Negeri Makassar
ARTIKEL
TENTANG ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU MURNI ATAU TERAPAN
Sebelum manusia mengenal ilmu
pengetahuan (science), manusia lebih
dulu mengenal pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan sendiri adalah segenap yang diketahui manusia sebagai hasil kerja
pancainderanya contohnya pengetahuan tentang bintang di langit karena
melihatnya dimalam hari, tapi tidak semua pengetahuan dapat diperoleh hanya
dengan mengandalkan hasil kerja pancaindera saja, ada pengetahuan yang cara
memperolehnya harus melalui cara-cara yang bersifat sistematis dengan
menggunakan logika dan telah teruji secara obyektif kebenarannya. Pengetahuan
yang demikian disebut dengan ilmu Pengetahuan (science) contohnya pengetahuan tentang cara membuat pesawat
terbang. Berdasarkan obyeknya ilmu pengetahuan terdiri dari ilmu alam, ilmu
sosial, humaniora dan matematika. Sedangkan berdasarkan penerapannya ilmu
pengetahuan terdiri dari pure science
(ilmu murni) dan applied Science
(ilmu terapan).
1. Antropologi sebagai
ilmu terapan (applied science)
Pendidikan merupakan ilmu yang relative baru dalam
perkembangannya, meskipun proses pendidikan sudah dilaksanakan sejak manusia
itu ada. Perkembangan ilmu pendidikan sangat tergantung pada perkembangan ilmu
lainnya, terutama; psikologi, sosiologi, antropologi,
dan komunikasi serta ilmu sosial lainnya. Jadi Antropologi merupakan ilmu
terapan. Dengan bersandarnya ilmu pendidikan pada ilmu lainnya, maka ilmu
pendidikan dikategorikan sebagai ilmu terapan (applied science). Artinya ilmu
ini berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan berbagai
persoalan dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan, atau meminjam
teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya (ilmu murni). s
2. Sosiologi
antropologi sebagai ilmu murni (pure science)
Berbeda dengan antropologi dikategorikan sebagai ilmu murni.
Ilmu murni memiliki makna nahwa perkembangan ilmu tidak semata-mata didasarkan
untuk kepentingan pemecahan masalah yang ada di masyarakat, melainkan sebagai
bahan dasar dalam membentuk sebuah pengetahuan yang sempurna dalam memahami
persoalan yang berkaitan dengan objek formalnya. Dengan demikian tugas utama
dari ilmu murni ini lebih kepada bagaimana mengembangkan konsep dan teori-teori
sehingga tingkat keajegan (validitas) teori tersebut semakin tinggi atau
sempurna. Teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu murni ini biasanya menjadi
sandaran atau paying dalam pengembangan dan implementasi ilmu terapan.
Sumber :
http://madigabungan.blogspot.com/2011/04/sosiologi-dan-antropologi.html
Langganan:
Postingan (Atom)