Senin, 20 April 2015

Etika dalam Menyampaikan Pendapat

Top of Form
Etika dalam Menyampaikan Pendapat

Opini yang beralasan (fakta). Apabila kita terlibat pembicaraan di dalam suatu forum diskusi, berbagai opini yang kita sampaikan, haruslah memiliki dasar atau konsep pemikiran yang jelas serta benar, tidak bernada kasar, berkesan asal-asalan atau sekenanya saja. Dengan kata lain, satu atau sejumlah alasan serta alur pemikiran dengan argumentasi yang tepat dan benar, harus ada di balik opini-opini yang kita sampaikan. Sesuatu yang logis harus dapat kita kemukakan tanpa harus menghadirkan suatu keinginan untuk menciderai perasaan atau hati orang lain.
Tidak menghadirkan opini yang mempertentankan prinsip atau pendapat orang lain dengan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan konteks pembicaraan, untuk maksud mengalihkan perhatian atau untuk menyenangkan ego kita semata.

Berusahalah untuk tetap bersikap tenang. Hati boleh panas, namun kepala kita harus tetap dingin. Think fresh. Apabila kita dapat bersikap tenang, kecil kemungkinan, kita bisa terbawa arus suasana emosional. Ketenangan sikap, bisa membuat kita mengendalikan suasana karena sikap tenang yang kita tunjukkan, cenderung membuat kita untuk tidak bertindak gegabah, yaitu mengucapkan kata-kata yang sekenanya, cenderung kasar, tidak bermoral atau tidak beretika.

Biasakanlah untuk berpikir dahulu baru bicara, jangan berbicara dahulu baru berpikir. Use your mind to control yourself and to control what you want to say. Apabila kita menempatkan konsep berpikir terlebih dahulu baru berbicara, kita belajar untuk tidak membuat kesalahan berucap, atau bisa segera mengkoreksi kata-kata yang salah maupun kata-kata yang tak layak diucapkan.

Menyimak dan mencermati pembicaraan (pendengar yang baik), perlu dilakukan agar kita tidak salah dalam memberikan tanggapan maupun memberikan komentar yang menyimpang dari topik yang sedang dibicarakan didiskusikan. Oleh karena itu, pemahaman atau pengertian akan seluruh isi bahan pembicaraan, perlu dilakukan sejak awal.

Gunakanlah tata dan gaya bahasa yang tidak memancing emosi. Pakailah kata-kata yang sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipahami, sehingga maksud dan tujuan komentar kita, dapat mudah dicerna orang lain.
Saling menghormati dan menghargai, tanggapan, komentar, maupun pendapat yang diberikan orang lain, sehingga orang lain juga akan menghormati dan menghargai tanggapan, komentar, atau pendapat yang kita sampaikan.

Tidak memotong pembicaraan mungkin, dengan suka memotong perkataan orang lain, kita ingin menguasai forum pembicaraan. Padahal, dengan menghadirkan sikap suka memotong perkataan orang lain, kita justru memperlambat penyelesaian masalah yang sedang dibicarakan.

Jangan pernah menyerang pribadi dari orang yang memberikan tanggapan, komentar, atau pendapat. Karena apabila itu kita lakukan, itu sama artinya, kita melihat selumbar di dalam diri orang lain, sedangkan balok di dalam matanya sendiri, tidak dilihatnya.

Minggu, 04 Januari 2015

Sejarah Situs Istana Luwu



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istana bagi sebuah kerajaan adalah tempatnya berdiam Datu ( Raja ) dan para kerabat-kerabatnya,lokasi atau tempat didirikannya, menjadi pusat pemerintahan atau dikenal sebagai Ware di Kerajaan Luwu, sebanbgai mana halnya Istana Datu Luwu yang sekarang ada di Palopo merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu (Ware pada periode ke V) yaitu sesudah dipindahkan dari periode Pao,Patimang Malangke (Ware ke IV). Istana Datu Luwu yang ada di Kota Palopo sekarang merupakan istana yang terakhir. Jika diketahui, sebagai Istana yang terakhir, maka tentu ada istana-istana sebelumnya yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Luwu ( Ware ).
Yang menjadi masalah, hal ini kadang diabaikan yaitu dimana Istana Datu atau Kerajaan Luwu yang Pertama, tempat dimana didiami oleh Batara Guru,sebagai sokoguru pemerintahan Datu Luwu. Menurut tradisi dan dipercayai banyak pihak, Luwu dianggap sebagai daerah tertua bagi pemukiman dan merupakan kerajaan yang tertua khususnya di Sulawesi, hal itu menyebabkan daerah ini sangatlah bergengsi.
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Belanda.
B.     Rumusan Masalah
a.       Dimana Lokasi Keberadaan Situs Istana Luwu?
b.      Bagaimana Awal Berdirinya Istana Luwu?
c.       Adakah Benda-benda Peninggalan Sejarah pada Situs Istana Luwu?
d.      Apakah Keistimewaan Situs Istana Luwu?
C.    Tujuan Penulisan
a.       Untuk Mengetahui Lokasi Keberadaan Situs Istana Luwu
b.      Untuk Mengetahui Awal Berdrinya Istana Luwu
c.       Untuk Mengetahui Benda peninggalan Sejarah pada Situs Istana Luwu
d.      Untuk Mengetahui Keistimewaan Situs Istana Luwu













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Lokasi Keberadaan Situs Istana Luwu
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Belanda.
Bangunan permanen ini dibangun dengan arsitektur Eropa, oleh Pemerintah Kolonial Belanda dimaksudkan untuk mengambil hati Penguasa Kerajaan Luwu tetapi oleh kebanyakan bangsawan Luwu dianggap sebagai cara untuk menghilangkan jejak sejarah Kerajaan Luwu sebagai Kerajaan yang dihormati dan disegani kerajaan-kerajaan lain di jazirah Sulawesi secara khusus dan Nusantara secara umum.
Istana Luwu menjadi pusat pengendalian wilayah Kesultanan Luwu yang luas oleh Penguasa Kerajaan yang bergelar Datu dan atau Pajung (Di Kerajaan Luwu terdapat 2 strata Penguasa/Raja yaitu Datu kemudian di tingkat lebih tinggi Pajung). di dekat istana luwu terdapat pula Masjid Jami yang usianya sangat tua dan keseluruhan dindingnya terbuat oleh batu yang disusun.


B.     Awal berdirinya Istana Kerajaan Luwu ( Batara Guru)
Istana bagi sebuah kerajaan adalah tempatnya berdiam Datu ( Raja ) dan para kerabat-kerabatnya, lokasi atau tempat didirikannya, menjadi pusat pemerintahan atau dikenal sebagai Ware di Kerajaan Luwu, sebagai mana halnya Istana Datu Luwu yang sekarang ada di Palopo merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu (Ware pada periode ke V) yaitu sesudah dipindahkan dari periode Pao,Patimang Malangke (Ware ke IV). Dengan pemindahan ibukota tersebut, kerajaan pun mulai berbenah. Istana Langkanae mulai didirikan (istana yang sebenarnya sudah hancur dan yang sekarang bisa kita lihat meupakan replikanya saja) beserta masjid Jami' (karena sebelumnya Datu' dan Luwu telah menganut Islam) dan juga pasar.
Istana Datu Luwu yang ada di Kota Palopo sekarang merupakan istana yang terakhir. Jika diketahui, sebagai Istana yang terakhir, maka tentu ada istana-istana sebelumnya yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Luwu ( Ware ). Yang menjadi masalah, hal ini kadang diabaikan yaitu dimana Istana Datu atau Kerajaan Luwu yang Pertama, tempat dimana didiami oleh Batara Guru,sebagai sokoguru pemerintahan Datu Luwu. Menurut tradisi,dan dipercayai banyak pihak, Luwu dianggap sebagai daerah tertua bagi pemukiman dan merupakan kerajaan yang tertua khususnya di Sulawesi, hal itu menyebabkan daerah ini sangatlah bergengsi. Ketuaan Luwu tidak dapat dilihat pada periode ke III ketika Pusat Kerajaan Luwu berpusat di Kamanre di tepi Sungai Noling ( Palopo Selatan atau Kabupaten Luwu sekarang) karena hal tersebut terjadi sekitar abad ke XV,atau ketika pusat kerajaan Luwu berada di Pao,Patimang Malangke karena hal itu juga terjadi pada sekitar abad ke XVI, apalagi jika hal tersebut dilihat ketika pusat kerajaan Luwu berpusat di Palopo karena hal itu baru terjadi ketika memasuki abad ke XVII. Kedatuan Luwu hanya dapat dilihat ketika kerajaan Luwu berpusat di sekitar Wotu lama karena hal tersebut terjadi disekitar abad ke IX sampai abad ke XIII yaitu pada masa kerajaan Luwu pada periode Ware yang pertama.
Kembali pada permasalahan yang ada tentang dimana letak Istana Luwu yang pertama, dan hal ini kadang atau sengaja diabaikan sehingga perhatian kita hanya tertuju dimana Istana Datu Luwu yang ada sekarang, yaitu di Palopo atau yang menjadi Ware. Jika perhatian kita hanya mengarah pada pemahaman ini, dikhawatirkan khususnya para generasi muda wija to Luwu akan asing dengan sejarahnya sendiri, mereka kehilangan jejak, pemahaman tentang Luwu makin sempit, sementara terabaikan jejak perjalanan panjang ketika Ware di Wotu,tempat berpijak awal dari Batara Guru dan keturunannya, ketika Ware di Mancapai dekat Lelewawu selatan Danau Towuti tempat berpijak Datu Luwu Anakaji dan keturunannya, ketika Ware di Kamanre, ditepi sungai Noling sebelah selatan kota Palopo,tempat bepijak Dewa Raja dan keturunannya, ketika Ware di pindahkan ke Pao, di Patimang dan Malangke dimana disini terjadi peristiwa yang sangat besar, yaitu masuknya agama Islam yang diperkenalkan oleh Dato Patimang. Sebagai catatan peristiwa-peristiwa tersebut justru terjadi antara abad ke IX sampai dengan Abad ke XVI Masehi, jadi berlangsung kurang lebih 700 tahun lamanya, terkadang perhatian kita diarahkan atau sengaja diarahkan pada kejadian yang selalu dijadikan fokus perhatian yang tertuju ke Palopo karena kedudukannya sebagai Ware sekarang baru terjadi pada abad ke XVII Masehi. Untuk menghadapi kehawatiran ini kami mencoba mengkajinya dari beberapa penelitian serta cerita tutur yang terpelihara dengan baik di tanah luwu dengan memulai, perhatian dari cikal bakal lahirnya kerajaan Luwu dari periode Luwu Pertama, dengan menunjukan letak Istana Batara Guru.
Anggapan bahwa sebahagian orang, menganggap istana Luwu tempat berdiam Batara Guru yang pertama berada di Cerekeng ( Cerrea), pendapat ini adalah sangat keliru karena masyarakat Bugis menetap di Cerekeng baru pada pertengahan abad ke Limabelas ,( Bulbeck dan Caldwell 2000;99 ) datang melalui Malili sekarang,adapun penduduk yang mendiaminya pada saat itu adalah Wotu, Pamona, To padoe atau Mori dan To Laki itulah sebabnya Malili tidak mempunyai penduduk asli, sehingga menurut Ian Caldwell Tidak ada bukti apapun yang menunjukan masyarakat Bugis di Cerekang maupun Ussu sebelum pertengahan abad ke Lima Belas. Hal ini berarti jikapun ada Identivikasi lokal atas Cerekang sebagai tempat Istana Batara Guru lebih tepat berlaku dari abad ke Enambelas ke atas, Lokasi dari pusat istana Luwu disini dalam tradisi lisan secara nyata adalah penempatan kejadian pada waktu yang salah ( anakronisme ).
Sebagai catatan kata Cerekang adalah terjemahan dari kata Cerrea yang merupakan nama asli Cerekeng. Cerrea dalam bahasa Wotu berarti tempat berpindah atau hijrah,terjadi ketika runtuhnya pusat kerajaan Luwu yang Pertama disekitar Wotu Lama yaitu sekitar Ussu dan Bilassalamoa.Sebagai tambahan menurut Ian Caldwell dalam tulisan “ Kenyataan, Anakrotisme dan Fiksi: Arkeologi bersejarah dan pusat-pusat kerajaan dalam La Galigo” beliau menyatakan “ Hampir pasti bahwa Istana Batara Guru di Cerekang di Teluk Bone Timur adalah sebuah Mitos. Pemukiman Bugis di Cerekang hanya dimulai sekitar kurang lebih tahun 1450, berhubung dengan naiknya peleburan besi dan produksi alat-alat senjata di Matano. Hal ini merupakan suatu godaan untuk beranggapan bahwa masyarakat Bugis di Cerekang telah secara nyata mengadopsi dan mengadaptasi mitos istana Batara Guru dari tetangganya, Wotu yang lebih tua.
Wilayah Wotu dahulu kala adalah tempat dimana Batara Guru turun untuk mendirikan kerajaan pertama. Disini jugalah pohon raksasa (pappua maoge) Welenreng ditebang untuk menbangun perahu Sawerigading (Pelras 1996;59).Pada hal dua tempat di Luwu ini menyatakan bahwa disitulah bukit tempat dimana Istana Batara Guru berdiri.Daerah yang pertama adalah Wotu, sebuah kota kecil yang berbicara dalam bahasa daerah sendiri yang memiliki hubungan kausal dengan Kaili, Buton dan Selayar, identifikasi lainnya adalah bukit Pensimewoni yang terletak ditikungan sungai Cerekang.
Di Istana Luwu terdapat dua bangungan, yaitu Langkanae dan Salassae. Langkanae adalah sebutan kata lain dari istana. Langkanae ini dijadikan cagar budaya buatan Belanda untuk menggantikan Langkane yang dulu. Belanda membangunnya untuk kedatuan ketika Langkanae terbakar. sedangkan Salassae adalah tempat pertemuan atau perjamuan para tamu-tamu istana.
Pada zaman dahulu bumi terbagi atas 3 dunia yaitu, dunia atas yang di pimpin oleh Dewata Patotoe, dunia bawah di pimpin oleh saudara Dewata Patotoe yaitu Ri Selleng, dan dunia tengah masih kosong pada saat itu. Suatu waktu Dewata Patotoe mengadakan pertemuan. Hasil pertemuan Dewata Patotoe tersebut yaitu harus mengirim satu anaknya, dan terpilihlah anak Dewata Patotoe yaitu Batara Guru. Batara Guru kemudian di turunkan di dunia tengah yaitu  Daerah Luwu tanpa membawa apapun dan tidak menggunakan pakaian. Ketika Batara Guru turun ke dunia tengah, Batara Guru menjalani kehidupan yang sangat sulit karena Batara Guru harus merasakan penderitaan sebelum rakyatnya menderita. Karena kasihan melihat penderitaan anaknya, diturunkanlah semua atribut-atribut dan diturunkan Langkanae beserta atribut-atribut kedatuan. Setelah Langkanae diturunkan, maka diutuslah anak dari Dewata Ri Selleng (dunia bawah) yaitu We Nyilitomo debagai pendampingnya. Dari perkawinan keduanya lahirlah putra mereka yang bernama Batara Lattu’ yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Datu kedua di Luwu.
Setelah batar Lattu’ cukup dewasa, dia dikawinkan dengan We Datu Sengeng anak dari La Urumpassi dan We Padauleng di Tompotikka. Sesudah itu Batara Guru bersama isteri kembali ke langit. Dari perkawinan keduanya lahirlah Sawerigading dan We Tenriabeng sebagai anak kembar emas yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka dibesarkan pada tempat yang terpisah dalam istana kerajaan. Sawerigading menikahi salah seorang putri di Cina yaitu We Cudai atas usu adiknya We Tenriabeng. Dari perkawinan mereka lahirlah putra yang bernama Lagaligo.
  1. Benda-benda Peninggalan yang Ada di Istana Luwu
Di dalam Istana Kedatuan Luwu terdapat berbagai benda pusaka. Di antaranya, terpajang dalam lemari kaca, sertifikat Pahlawan Nasional RI bagi (almarhum) Andi Jemma ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. 
Ada boneka sepasang manekin berpakaian pengantin ala Luwu. Pelaminan khas adat setempat. Silsilah 23 generasi Pajung-e ri Luwu atau pohon famili dari raja-raja Kedatuan Luwu. Juga terpampang legenda Batara Guru.            
Tersimpan beragam senjata pusaka berupa keris. Di dalam lemari kaca, terpajang piring antik, alat musik kecapi, guci, keramik, dan bosara’ (wadah penyimpan panganan tradisional). Susunan raja-raja Kedatuan Luwu turut menghiasi dinding.
Peninggalan yang ada di Istana Luwu tidak berupa Mahkota, tetapi berbentuk Besi Pakka dan Bunga Waru, yang hanya dipakai oleh datu, yang merupakan simbol Dewata Matenruliwawo. Di Istana Luwu juga terdapat Songko’ Pameri.
  1. Keistimewaan Situs Istana Luwu
Keistimewaan situs Istana Luwu ini yaitu terletak dari segi lokasinya yangterletak di pusat Kota Palopo. Dan situs ini berdekatan dengan Masjid Tua Jami’ yang menandakan bahwa sebelumnya Datu dan Luwu telah menganut agama Islam.




BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat Kerajaan Luwu (sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi Selatan). Dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah bekas "Saoraja" (Istana sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah) yang diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Belanda.
Di Istana Luwu terdapat dua bangungan, yaitu Langkanae dan Salassae. Langkanae adalah sebutan kata lain dari istana. Langkanae ini dijadikan cagar budaya buatan Belanda untuk menggantikan Langkane yang dulu. Belanda membangunnya untuk kedatuan ketika Langkanae terbakar. sedangkan Salassae adalah tempat pertemuan atau perjamuan para tamu-tamu istana.
Di dalam Istana Kedatuan Luwu terdapat berbagai benda pusaka. Di antaranya, terpajang dalam lemari kaca, sertifikat Pahlawan Nasional RI bagi (almarhum) Andi Jemma ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. 
Peninggalan yang ada di Istana Luwu tidak berupa Mahkota, tetapi berbentuk Besi Pakka dan Bunga Waru, yang hanya dipakai oleh datu, yang merupakan simbol Dewata Matenruliwawo. Di Istana Luwu juga terdapat Songko’ Pameri.
  1. SARAN
Laporan penelitian ini masih jauh dari kata sederhana, jadi kami sebagai penulis, memohon saran dari para kawan-kawan untuk menyempurnakan laporan penelitian ini.














LAMPIRAN
  1. Gerbang Masuk Istana Luwu
  1. Gambar Langkanae


  1. Gambar Pekarangan Istana Luwu
  1. Gambar Salassae

  1. Gambar Tugu Badik yang Terletak di Depan Langkanae










DAFTAR PUSTAKA
Istana Luwu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
Sawerigading – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm\
Benda  Pusaka di Istana Kedatuan Luwu  - m.okezone.com
Kerajaan Luwu adalah Kerajaan Tertua – www.facebook.com
Sejarah Nama Kota Palopo – Fhyfipuspitaherman.blogspot.com
Catatan Hasil Praktek Lapangan di Istana Luwu


ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU MURNI ATAU TERAPAN



                                                                                    Makassar, 28 April 2014
Nama              : Mardianto Adi Saputra
Nim                 : 1362042010
Kelas               : B
Jurusan          : Sejarah
Kampus          : Universitas Negeri Makassar
ARTIKEL
                  TENTANG ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU MURNI ATAU TERAPAN
Sebelum manusia mengenal ilmu pengetahuan (science), manusia lebih dulu mengenal pengetahuan (knowledge). Pengetahuan sendiri adalah segenap yang diketahui manusia sebagai hasil kerja pancainderanya contohnya pengetahuan tentang bintang di langit karena melihatnya dimalam hari, tapi tidak semua pengetahuan dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan hasil kerja pancaindera saja, ada pengetahuan yang cara memperolehnya harus melalui cara-cara yang bersifat sistematis dengan menggunakan logika dan telah teruji secara obyektif kebenarannya. Pengetahuan yang demikian disebut dengan ilmu Pengetahuan (science) contohnya pengetahuan tentang cara membuat pesawat terbang. Berdasarkan obyeknya ilmu pengetahuan terdiri dari ilmu alam, ilmu sosial, humaniora dan matematika. Sedangkan berdasarkan penerapannya ilmu pengetahuan terdiri dari pure science (ilmu murni) dan applied Science (ilmu terapan).

1.      Antropologi sebagai ilmu terapan (applied science)
Pendidikan merupakan ilmu yang relative baru dalam perkembangannya, meskipun proses pendidikan sudah dilaksanakan sejak manusia itu ada. Perkembangan ilmu pendidikan sangat tergantung pada perkembangan ilmu lainnya, terutama; psikologi, sosiologi, antropologi, dan komunikasi serta ilmu sosial lainnya. Jadi Antropologi merupakan ilmu terapan. Dengan bersandarnya ilmu pendidikan pada ilmu lainnya, maka ilmu pendidikan dikategorikan sebagai ilmu terapan (applied science). Artinya ilmu ini berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan berbagai persoalan dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan, atau meminjam teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya (ilmu murni). s
2.      Sosiologi antropologi sebagai ilmu murni (pure science)
Berbeda dengan antropologi dikategorikan sebagai ilmu murni. Ilmu murni memiliki makna nahwa perkembangan ilmu tidak semata-mata didasarkan untuk kepentingan pemecahan masalah yang ada di masyarakat, melainkan sebagai bahan dasar dalam membentuk sebuah pengetahuan yang sempurna dalam memahami persoalan yang berkaitan dengan objek formalnya. Dengan demikian tugas utama dari ilmu murni ini lebih kepada bagaimana mengembangkan konsep dan teori-teori sehingga tingkat keajegan (validitas) teori tersebut semakin tinggi atau sempurna. Teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu murni ini biasanya menjadi sandaran atau paying dalam pengembangan dan implementasi ilmu terapan.
Sumber :
http://madigabungan.blogspot.com/2011/04/sosiologi-dan-antropologi.html